Smartphone Impian Beauty Blogger

Apakah saya seorang beauty blogger?

Menjawab pertanyaan di atas, maunya sih saya bilang kalau saya ini seorang beauty blogger. Sayangnya, selama beberapa waktu ini saya sempat vakum menulis review kosmetik dan kecantikan? Tenang, saya bukannya tidak bereksperimen dengan skincare atau kosmetik kok. Cuma saya males foto-foto. Hehehe...

Jujur, memotret merupakan kegiatan yang paling lama dan menguras waktu dalam menulis blog. Selama ini, saya selalu memotret untuk keperluan blog dengan menggunakan kamera digital. Setelah mengambil foto dengan kamera digital, lalu foto saya pindah ke laptop, mengeditnya agar layak tayang, dan baru kemudian mengunggah foto-foto tersebut di blog. Sayangnya, kamera digital ini agak sulit dipakai untuk memotret selfie. Saya kadang bingung kalau harus memotret wajah saya. Saya harus mencoba beberapa kali agar hasilnya benar-benar bagus. Pada saat seperti itu, saya sangat berharap saya memiliki smartphone dengan kamera depan yang berkualitas bagus. Saya tak perlu repot sekali jika harus mengambil foto wajah untuk keperluan blog. 

Kebutuhan gawai dengan kamera depan yang bagus juga terjadi ketika saya harus membuat foto before-after. Misalnya saya harus membuat perbedaan hasil pengguaan bedak, bb cream, atau foundation setelah 10 jam. Saya harus memotret wajah saya di pagi hari, siang hari, dan sore hari. Kamera depan yang bagus sangat berguna agar ketahanan bedak tersebut terlihat pada saat awal pemakaian, tengah hari, dan sore hari. Jika menggunakan kamera digital biasa atau kamera yang kurang bagus, maka tingkat pudarnya bedak, bb cream, atau foundation tersebut kurang bisa terlihat. Untuk pemotretan semacam ini, kamera yang mampu menangkap gambar di tempat redup juga sangat berguna karena ada perbedaan cahaya matahari antara jam 6 pagi, 12 siang, dan 4 sore. Kita kan tidak bisa memprediksi cuaca, bagaimana jika siang hari sangat terik, namun pada saat jam 4 sore hujan deras dan langit gelap. Untuk foto semacam ini, saya membutuhkan smartphone yang juga harus mampu menangkap gambar dalam suasana gelap sekaligus. 

Bukan hanya untuk kosmetik, untuk penggunaan skincare yang rentang waktunya panjang pun membutuhkan smartphone dengan kamera depan yang bagus. Ini sangat berguna untuk memberitahu pembaca bagaimana perkembangan kulit saya selama menggunakan skincare tersebut.  Pada contoh foto di bawah ini, pencahayaannya berbeda untuk masing-masing waktu pemotretan. Selain itu, foto terakhir terlihat lebih mulus karena pencahayaan yang paling bagus dan foto agak sedikit ngeblur.

Contoh foto before-after skincare yang pencahayaannya berbeda.

Melihat pentingnya peran smartphone dalam kehidupan sehari-hari sebagai blogger, saya sebenarnya sudah lama mengincar Samsung J5 dan Samsung J7. Saya bahkan sudah menabung untuk membeli smartphone tersebut. Kenapa Samsung? Saya sudah melihat teman-teman saya, untuk foto-foto yang bagus, smartphone yang mereka pakai adalah Samsung. Dulu, pada tahun 2010, saya juga pernah memiliki smartphone Samsung dengan kamera 2 MP. Saat digunakan untuk memotret, hasilnya tidak jauh beda dengan kamera digital teman saya yang memilki MP belasan. Bahkan untuk beberapa foto, hasilnya lebih dramatis dan keren. Untuk kualitas kamera smartphone, saya sudah percaya pada Samsung.

Saya membayangkan, jika saya memiliki Samsung J5, saya tidak akan kesulitan lagi memotret untuk foto before-after. Saya beberapa kali gagal mengikuti kontes blog untuk mereview suatu produk tertentu karena permasalahan foto ini. Jadi pagi harinya saya sudah berfoto, siangnya saya foto lagi, begitu juga sore hari. Namun karena perbedaan cahaya, foto saya di waktu sore hari kadang terlihat lebih bagus. Lha, padahal kan harusnya bedaknya sudah luntur. Di kaca terlihat muka saya sudah berminyak. Namun jika dibandingkan dengan foto pagi hari, rasanya foto sore hari lebih cantik karena cahayanya lebih bagus dibandingkan foto pagi hari. Yah, kan ngga mungkin foto semacam ini saya pasang di blog. Saya bisa sih memberi keterangan kepada pembaca mengenai adanya perbedaan cahaya ini, tapi kan buat apa dipajang fotonya kalau toh ngga bisa menunjukan kondisi sesungguhnya. 

Sebagai beauty blogger, bukan hanya kamera depan smartphone yang berguna. Kamera belakang yang bagus juga berguna ketika harus mereview lipstik. Saya pernah mencoba mereview lipstik dengan beberapa shade yang berbeda. Hasilnya, difoto dengan kamera digital saya pada malam hari, warna semua lipstik tersebut hampir saya. Padahal meskipun mirip, warna-warnanya berbeda lho. Ada merah dengan cool tone, ada pula merah dengan warm tone. Ada pink yang cenderung mengarah ke warna ungu, ada pula warna pink yang condong ke warna merah. Hasil foto saya cenderung sama untuk warna-warna tersebut. Jadi dengan kamera 13 MP dari Samsung J5 saya yakin akan mampu menghasilkan foto yang jelas bahkan saat pemotretan di malam hari, saat pencahayaan kurang baik. Apalagi, saya memang selalu memotret untuk keperluan blog di malam hari karena kesibukan saya di siang harinya. Dengan Samsung J5, saya akan dapat memposting review banyak lipstik dengan shade yang mirip tanpa membuat pembaca kebingungan. 

Saya juga mendambakan smartphone Samsung J5 karena desainnya yang anggun dan elegan. Pada lihat kan banyak flatlay orang-orang yang menggunakan smartphone mereka sebagai properti. Samsung J5 ini sangat bagus banget digunakan sebagai properti untuk flatlay koleksi kosmetik, meja rias, atau produk tertentu. Kalo kata saya sih, Samsung J5 ini seksi banget buat difoto. 

Dynamic gold 
Samsung J5 yang seksi banget. (Gambar diambil dari sini).

Saya juga baru tahu lho, kalau Samsung J5 ini dapat memotret dengan latar belakang yang lebih luas. Wah, saya ngga perlu khawatir lagi nih kalau mau wefie pas kumpul dengan sesama blogger atau ikutan dalam event tertentu. Oh ya, sebagai blogger yang datang ke event tertentu, biasanya kan ada lomba selfie terbaik sewaktu acara dan diunggah di media sosial masing-masing, dengan smartphone Samsung J5 ini, saya dapat langsung memotret, mendapatkan foto yang bagus, mengedit langsung di smartphone, kemudian tinggal mengunggahnya di media sosial. Selanjutnya, tinggal menang deh. Makin populer blog saya. Saya percaya lah sama kemampuan kamera depan 5 MP smartphone ini. Ehmm, smartphone ini juga punya Beauty Mode, jadi aya ngga perlu lagi takut jelek pas disuruh foto mendadak gini. Hehehehe.... :)

Samsung J5 dan Samsung J7 ini juga gampang banget lho dipake. Saya ngga perlu ribet-ribet karena adanya fitur Smart Manager yang mampu memeriksa informasi baterai, status penyimpanan, status memori, dan pengaturan yang lebih mudah. Smart Ultra Energy juga memungkinkan saya untuk tidak kehilangan panggilan penting karena baterai mati. Fitur ini memungkinkan pengurangan konsumsi baterai dengan menutup fungsi yang tidak dibutuhkan. Apalagi, penggunaan smartphone untuk internetan kan sangat boros baterai. Saya ngga perlu khawatir lagi saat blog walking ketika sedang menunggu atau berada di jalan. Saya tak perlu lagi membatasi blog walking hanya di laptop karena takut batera habis. Ya ampun, Samsung J5 dan Samsung J7 ini benar-benar smartphone impian. 

Bahkan, yang paling menakjubkan, saya juga bakalan bisa mengunggah blog dengan memanfaatkan smartphone ini. Saya pernah membaca, waktu-waktu blog paling banyak dibaca orang itu jika diunggah beberapa saat sebelum makan siang. Jadi saya bisa menulis dan memasukkan gambar di blog malam harinya. Siangnya, saat awal jam makan siang, saya tinggal mengedit tulisan di blog saya dan memublikasikannya. Keren kan? Saya tidak perlu menenteng-nenteng laptop saya kemana-mana. Apalagi, jika pada saat itu saya harus berada dalam perjalanan. Saya bisa menulis blog di kala senggang, dan tinggal mengunggah pos tersebut sesuai jadwal. Bahkan, kalau malas memindah foto ke laptop, saya bisa sekalian mengunggah gambar yang sudah difoto dan diedit langsung melalui smartphone saya ini. Praktis banget.

Saya sangat berharap agar saya segera mendapatkan smartphone canggih impian beauty blogger ini, Smartphone J5 atau Samsung J7 ini. Hehehe...

Kiki 

Informasi tentang Samsung J5 di sini.

Teknologi Informasi untuk Meraih Mimpi

Saya iri dengan anak-anak remaja masa kini? Kenapa? Karena mereka sangat melek teknologi dan teknologi memberi mereka kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Saya, yang dilahirkan akhir tahun 80-an, semasa remaja hanyalah mampu berangan-angan tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Saya ingat, semasa SMA, gawai yang saya dan teman-teman miliki hanyalah handphone dengan fitur paling canggih polyphonic dan  kamera 2mp yang buram. 

Punya mimpi di jaman saya dulu berat. Jangankan ngomongin modal uang, informasi tentang bagaimana mewujudkan mimpi saja tak tersedia. Semasa remaja, saya ingin sekali menjadi kolumnis di majalah remaja. Pasti menyenangkan sekali punya rubrik pribadi yang terbit tiap bulan di majalah remaja. Pada masa itu, kolumnis idola saya yaitu Mbak Chandra Widanarko. Saya ngefans karena tulisan beliau yang bagus, runtut, menyenangkan, dan sesuai dengan problematika remaja pada masa itu. Sayangnya, pada masa itu, saya tidak bisa mengakses riwayat hidup Mbak Chandra Widanarko, sehingga saya pun tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk menjadi kolumnis. Bahkan, saya juga tidak tahu harus kuliah jurusan apa jika ingin menjadi kolumnis. Ketiadaan informasi membuat saya pada masa itu menyerah untuk mewujudkan mimpi saya. Saya hanya menulis di buku yang hanya dibaca oleh teman-teman saya, tidak mampu menjangkau pembaca yang lebih luas. 

Beberapa tulisan saya yang hanya bisa dibaca oleh teman-teman dekat.

Sekitar setahun yang lalu, saya mengetahui bahwa Evita Nuh yang masih berumur belasan tahun telah menjadi kolumnis sebuah majalah remaja yang cukup terkenal. Jujur, saya iri sekali. Pada saat seumur dia, saya masih bermimpi untuk menjadi kolumnis dan bingung bagaimana mewujudkannya, sedangkan dia telah menjadi kolumnis betulan. Dia benar-benar telah  menjadi kolumnis majalah remaja. Sebuah angan-angan yang saya impikan dulu. 

Penasaran, saya pun mencari riwayat hidup Evita Nuh. Rupanya, Evita Nuh telah memulai karir sebagai fashion blogger pada usia 9 tahun. Evita Nuh telah rajin menulis sejak kecil dan tulisannya pun bagus. Gaya fashion dia pun menarik untuk anak seusianya. Bahkan sekarang, Evita Nuh telah memiliki perusahaan fashion sendiri selain masih sibuk menjadi kolumnis majalah. 

Saya sempat iri dan sakit hati membaca biografi Evita Nuh. Saya sangat berharap bisa dilahirkan 10 tahun lebih muda, sehingga saya akan lebih cepat mewujudkan mimpi saya. Remaja jaman sekarang, yang tumbuh bersama internet, cenderung lebih mampu menangkap peluang dan kesempatan yang tidak ada di jaman saya. Jika dulu saya masih bingung bagaimana cara menjadi kolumnis, remaja jaman sekarang sudah ada yang berprofesi sebagai kolumnis. Dulu, ada teman saya yang ingin menjadi model, namun karena tinggal di kota kecil, kesempatan untuk turut serta dalam kontes modelling nyaris tidak ada. Sekarang, melalui Instagram atau menjadi fashion blogger, semua orang berkesempatan menjadi model untuk dilirik brand-brand fashion ternama untuk mempromosikan koleksi mereka. Seorang teman yang ingin menjadi wiraswasta, terpaksa harus memendam mimpinya karena ketiadaan modal, sekarang, melalui internet, promosi menjadi lebih mudah. Selain itu, teman saya tidak memerlukan modal besar karena barang hanya diproduksi jika ada pesanan. Semuanya berkat teknologi informasi. 

Sekarang, saya masih belum menyerah dengan mimpi saya, kok Iya, saya mungkin kalah cepat dengan Evita Nuh. Saya sudah tua. Tapi selalu ada kesempatan untuk memulai, bukan? Akhirnya, saya pun memanfaatkan teknologi informasi yang semakin pesat. Saya membiasakan menulis blog. Untuk sementara, saya anggap saja blog saya ini kolom yang harus saya tulis di majalah. Saya bahkan mengelola beberapa blog dengan tema-tema yang berbeda. Rasanya bahagia sekali jika bertemu orang baru dan mereka berkata,"Aku sudah baca blogmu. Tulisanmu bagus.". Bahagia sekali bisa dikenal orang dari tulisan saya. Teknologi informasi lah yang memungkinkan orang yang tidak saya kenal, yang berada di lokasi geografis yang berbeda, mampu mengakses dan membaca tulisan saya. 

Saya berharap dengan meningkatnya teknologi informasi, saya mampu memanfaatkannya dengan baik untuk mewujudkan mimpi saya. Saya harus bisa berlari mengejar ketertinggalan saya, bukan? Melalui blog, saya dapat terus menulis. Saya pun mampu mengenalkan tulisan saya kepada khalayak yang lebih luas. Meskipun terlambat, berkat teknologi informasi, saya masih bersemangat untuk meraih mimpi saya menjadi kolumnis.

Media Sosial sebagai Wadah Toleransi di Indonesia



“Akhirnya aku berani menghapus bapak itu dari jaringan pertemananku di Facebook.”
           
            Kalimat itu sempat saya ucapkan beberapa waktu lalu kepada diri sendiri. Bapak yang saya maksud itu ialah dosen saya yang bertitel profesor. Secara keilmuan,  saya kagum pada beliau, namun saya terganggu dengan hampir semua pos beliau di situs media sosial Facebook. Hampir semua isi postingan beliau mengarah pada tindakan intoleransi, seperti jangan memilih pemimpin yang tidak seagama, dukungan untuk kelompok anarkis yang seiman, atau cap sesat untuk kelompok yang walau seiman namun dianggap out-group karena beberapa perbedaan, misalnya Jamaah Ahmadiyah atau Kelompok Islam Liberal.
            Awalnya, saya pikir hanya saya yang terganggu dengan postingan beliau karena melihat beliau mendapat banyak sekali pendukung di dunia maya. Saya sempat mempertanyakan apakah pendapat saya yang salah dan beliau yang benar. Namun, saya bersikukuh dengan pendapat saya, saya memperbanyak bacaan, bukan hanya dari satu sumber, namun dari berbagai sumber, baik yang pro maupun yang kontra. Akhirnya, saya memutuskan untuk menghapus beliau dari jaringan pertemanan saya.

Banjirnya Informasi
Adanya internet memungkinkan seseorang untuk mengakses informasi baru tentang kejadian di belahan bumi yang lain. Peristiwa pengeboman di Prancis, Belgia, atau Turki bisa diketahui di Indonesia hanya dalam hitungan menit setelah kejadian. Informasi bisa dinikmati dengan lebih cepat dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu.
Sayangnya, internet ini pun juga dimanfaatkan oleh para teroris  dan kelompok intoleran untuk menyebarkan paham mereka, merekrut anggota, sampai dengan mempublikasikan kegiatan mereka. Banyak video ajakan bagi umat muslim untuk bergabung menjadi anggota ISIS. Banyak pula video sadis yang menyajikan bagaimana sadisnya hukuman ISIS untuk para tawanan, pengkhianat, dan orang yang tidak sejalan dengan mereka. Di Indonesia sendiri, ada beberapa blog pribadi maupun website berita komunitas yang berisi artikel-artikel yang mengarah pada tindakan intoleransi agama. Artikel dari laman-laman inilah yang sering dikutip atau dijadikan acuan untuk bertindak intoleran di Indonesia.
Sisi baik internet dan media sosial, pihak yang kontra gerakan intoleran pun bisa melakukan pembelaan dan menyampaikan pendapat mereka. Salah satu media sosial yang memfasilitasi orang untuk menjawab atau membalas pernyataan orang ini yaitu Twitter, sehingga munculah istilah twitwar atau perang argumen di Twitter. Agama merupakan salah satu tema populer twitwar. Twitwar ini mampu memfasilitasi para followers untuk membaca dan mempertimbangkan manakah pendapat yang lebih baik diantara dua orang yang sedang berperang argumen tersebut. Sayangnya, fitur ini tidak dimiliki Facebook. Komentar di Facebook cenderung akan senada dengan status yang ditulis oleh si pemilik akun. Mungkin juga si pemilik akun hanya berteman dengan orang-orang yang memiliki pandangan sejenis. Orang dengan pandangan yang lain, bisa jadi sebagian besar seperti saya, gerah dan akhirnya memutuskan untuk menghapus pertemanan dengan akun tersebut.
Dari media sosial, banyak pula informasi faktual yang dapat dijadikan landasan berfikir. Banyak memang tindakan brutal intoleran yang dilakukan oleh ISIS. Banyak juga figur populer di Indonesia yang mengajak untuk melakukan tindakan intoleran, seperti anjuran untuk mengusir kelompok Ahmadiyah, sampai pemberian cap sesat. Namun, berkat media sosial pula, kita tahu banyak informasi perbuatan toleran yang terjadi di Indonesia atau dunia, seperti tindakan Wali Kota London yang beragama Islam, Sadiq Khan, yang berbuka puasa di gereja, relawan gereja di Mesir yang menyiapkan buka puasa untuk umat muslim, dan banyaknya dukungan masyarakat Indonesia untuk Ibu Saeni, ibu pemilik warung yang buka siang hari di Bulan Ramadhan.

Prasangka dan Ultimate Attribution Error
            Allport, salah satu tokoh Psikologi menyebutkan prasangka sebagai thinking ill of others. Prasangka merupakan sikap yang tidak menyenangkan (unfavourable attitude) yang dimiliki oleh anggota kelompok, terhadap anggota kelompok yang lain. Sumber utama prasangka yaitu perbedaan kelompok. Prasangka ini tidak terbentuk sendiri, namun bisa jadi muncul misalnya karena kelompok mayoritas yang kalah dengan kelompok minoritas dalam sektor-sektor vital.
            Prasangka ini terbentuk dalam diri orang baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu mengalami konflik atau persaingan langsung dengan objek prasangka, misalnya persaingan ekonomi atau politik. Orang yang berbeda agama dianggap lebih makmur secara ekonomi dan memiliki kekuasaan politis yang lebih besar. Secara tidak langsung yaitu pembentukan prasangka berdasarkan informasi dari individu lain dalam kelompok yang bertindak sebagai pembentuk sikap atau media massa. Pada pembentukan prasangka tidak langsung inilah peran media sosial menjadi penting. Akun tokoh populer yang menyebarkan semangat intoleran biasanya memiliki banyak teman dan pengikut dan menjadikan akun tersebut sebagai sumber informasi.
            Salah satu teori mengenai prasangka yaitu social categorization. Dalam teori ini, prasangka merupakan kecenderungan untuk membedakan kelompok in-group (kita) dan out-group (mereka). Prasangka kelompok ini sangat berbahaya karena mendorong terbentuknya kecenderungan ultimate attribution error, yaitu tendensi untuk membuat atribusi yang menyenangkan kelompoknya sendiri, misalnya kelompok teroris cenderung menganggap diri dan kelompoknya berjuang di jalan agama. Jika kegiatan mereka sukses, mereka akan menganggap tindakan mereka diridhoi oleh Tuhan.

Penutup
            Tampaknya tidak berlebihan jika media sosial dipandang sebagai pedang bermata dua. Pasalnya, media sosial dapat menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat terutama dalam hal keragaman beragama. Masyarakat awam dapat belajar mengenai toleransi Islam di Mesir maupun London. Di sisi lain, media sosial juga menjadi alat bagi kelompok intoleran untuk menyebarkan paham mereka dan merekrut anggota.
            Keberadaan media sosial sebaiknya disikapi dengan dewasa. Pemerintah dapat memblokir situs-situs yang mengandung konten berbahaya. Kita, sebagai masyarakat, dapat melaporkan akun pribadi penyebar paham intoleran untuk diblokir baik oleh Twitter maupun Facebook. Jika kita memiliki pengetahuan, kita dapat pula membantah pernyataan intoleran dari akun tersebut. Sebagai masyarakat awam, sebaiknya juga mencari informasi dari sumber yang bisa dipercaya. Jika merasa ragu, sebaiknya mencari guru yang bisa dipercaya dan benar-benar memilki ilmu dan pengetahuan terkait hal tersebut.
Memang, terlalu muluk jika berharap media sosial dapat menegubah kelompk intoleran menjadi lebih toleran dan humanis. Anggota kelompok intoleran membutuhkan intervensi tertentu untuk bisa berubah. Namun mdia sosial dengan konten penuh toleransi sangat penting terutama untuk orang-orang yang ragu atau belum memutuskan kelompok manakah yang dipilih, kelompok toleran atau intoleran.
            Pada akhirnya, media sosial dimanfaatkan potensi dan keuntungannya. Untuk dampak negatifnya, sebaiknya diwaspadai dan dicegah aga tindakan intoleran yang mengatasnamakan agama tidak meluas. Media sosial hanyalah alat. Dia akan menjadi baik pada tangan yang baik. Dia dapat menjadi buruk pada tangan yang buruk. Mari kita bersama-sama mencegah dampak buruk media sosial yang berada pada tangan yang buruk.


“Artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog yang diselenggarakan oleh ICRS dan Sebangsa.”



#HITBerbagiKasih ; Semoga Lebaran Kali Ini Bapak Sidik dapat Tersenyum Bahagia

Pos kali ini akan sangat berbeda dibandingkan dengan pos sebelum-sebelumnya. Jika postingan sebelumnya saya lebih banyak membahas produk kecantikan, pada pos kali ini, saya akan membahas sosok yang cukup spesial untuk saya. Beliau adalah Pak Sidik. 

Saya pertama kali bertemu dengan Pak Sidik kira-kira dua tahun yang lalu. Waktu itu, saya memesan galon bukan pada tempat saya biasa memesan karena saya curiga bahwa galon yang saya pesan tersebut bukanlah galon asli, namun galon yang telah dibuka sebelumnya karena tutupnya sudah tidak rapi. Lagipula, tempat yang baru tersebut juga menawarkan harga yang lebih murah, berbeda Rp 1.000 dari tempat lama saya membeli galon. Akhirnya, saya mengirim sms pada tempat penjualan galon tersebut, dan siang itu, pertama kali saya bertemu beliau. 

Kenapa saya sangat berkesan dengan beliau? Pada waktu itu, saya melihat tangan-tangan Pak Sidik gemetaran mengangkat galon air. Saya tahu pasti, galon air itu berat sekali. Pak Sidik pasti berusaha keras sekali untuk mengangkat galon air itu, menaikkan galon-galon air itu pada motor tuanya, kemudian mengantarnya sampai tujuan. Perjuangan belum selesai di situ, Pak Sidik juga harus mengantarkan galon air tersebut sampai dengan kamar masing-masing orang (pelanggan galon air tersebut kebanyakan anak kos). Padahal, banyak diantara kamar tersebut yang berada di lantai 3. Pak Sidik harus mengantarkan galon tersebut melalui anak tangga yang kadang kala terbuat dari kayu dengan ukuran yang kecil dan berbahaya. Belum lagi jika letak dispenser tempat air berada di atas lemari, Pak Sidik juga harus membantu mengangkatkan galon air yang telah dibuka tersebut ke atas lemari agar terpasang pada dispenser. 

Pada saat saya melihat tangan beliau yang gemetaran saat meletakkan galon, saya merasa kasihan. Saya tidak tega melihat orang yang sudah tua seperti beliau mengangkat beban galon yang berat. Saya berfikir untuk memesan galon dari tempat lain saja, yang memiliki pekerja yang lebih muda dan kuat. Tapi, saya khawatir, jika tidak ada yang memesan galon dari Pak Sidik, maka Pak Sidik akan dipecat oleh bos-nya. Jasa pengantaran galon tersebut bukanlah milik Pak Sidik. Pak Sidik hanya bertugas mengantarkan galon dengan bayaran sangat kecil. Hanya beberapa ribu rupiah dalam sehari. Akhirnya, agar Pak Sidik dapat terus bekerja dan menghidupi keluarganya, saya tetap memesan galon pada beliau, namun saya hanya meminta beliau untuk meletakkan galon di depan pintu kos. Saya yang akan menuang sendiri galon tersebut ke dispenser. Saya cukup kuat untuk melakukan itu. 

Akhirnya, karena sering memesan galon pada beliau, saya menjadi akrab dengan beliau. Saya pun banyak bertanya tentang keluarganya. Pak Sidik mempunyai dua orang anak. Satu orang duduk di bangsu SMA, sedangkan adiknya masih SD. Beliau bekerja keras untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak beliau. 

Area tempat Pak Sidik menjaga parkir.

Di waktu lainnya, Pak Sidik juga bercerita, bahwa selain bekerja sebagai pengantar galon pada siang hari, Malamnya, Pak Sidik juga bekerja sebagai tukang parkir di depan sebuah rumah makan lele. Beliau berkata bahwa beliau bertugas mengantar galon dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Setelah itu, beliau langsung bertugas menjaga parkir sampai dengan malam hari. 

"Apa ngga capek, pak, kerja ngantar galon dari pagi, lalu langsung jaga parkir sampai malam?" saya pernah bertanya. "Ya, capek neng. Tapi ya mau bagaimana lagi? Saya pernah bilang ke majikan untuk ngantar galon sampai jam 4 aja, soalnya saya harus jaga parkir, tapi ya tetap aja. Kadang malah ada yang sampai Maghrib ngantar galonnya." Sambil tersenyum, beliau menjawab pertanyaan saya. 

Pak Sidik ketika sedang menjaga area parkir.

Sejak kurang lebih setahun yang lalu, saya pindah kos dan tidak memesan galon dari beliau lagi. Kemarin, saya sengaja menjumpai beliau di tempat beliau bertugas menjaga area parkir. Saya menyalami beliau. Beliau menjabat tangan saya dengan hangat. Saya merasakan tangan-tangan beliau yang kasar hasil bekerja keras selama ini. Saya menanyakan kabar beliau dan ternyata beliau masih bekerja mengantar galon pada siang hari dan menjaga area parkir pada malam hari. 

Setahun nyaris tidak pernah ngobrol lagi, saya merasakan bahwa pendengaran beliau juga telah berkurang. Beliau adalah seorang tua yang menolak untuk menjadi renta dan tak berdaya. Demi keluarganya, beliau bekerja keras sepanjang hari tanpa hari libur. Jika saya mendapatkan sembako dari HIT, maka saya akan memberikan sembako tersebut kepada Pak Sidik. Saya berharap, pada lebaran kali ini, Pak Sidik dan keluarga memiliki makanan enak yang cukup. Pak Sidik mungkin bisa libur bekerja barang satu atau dua hari tanpa harus berfikir tentang apa yang harus dimakan esok hari. Pada hari lebaran kali ini, saya berharap keluarga Pak Sidik bisa makan opor ayam dengan kenyang dan bahagia. Sebagian sembako mungkin juga bisa dijual untuk membantu biaya sekolah anak-anak Pak Sidik. Saya berharap Pak Sidik dapat tersenyum dengan bahagia lebaran kali ini. 

Semoga HIT mau berbagi kasih kepada Pak Sidik dan keluarganya lebaran kali ini. Terima kasih banyak, HIT.

#HITBerbagiKasih
FB : HIT Inspirasi Ibu
Twitter : @IbuInspirasiHIT

xoxo
Kiki

[Review] Shinzui Ume Skin Lightening Body Scrub Adzuki Beans Iseiya

Hello pretty ladies, 

Now, I will review a new product from Shinzui. Yes, yes, yes, it's their body scrub. As you may know, I have used Shinzui Body Scrub since 4 years ago and still love it. Now, let's jump into their new variant. They claim that this product is a good skin lightening because contain Adzuki Beans that has great function for smoothing and hydrating skin.

Shinzui Skin Lightening Body Scrub Adzuki Beans Iseiya

Similar with other Shinzui products, it contains Herba Matsu Oil and Sakura Extract. Herba Matsu Oil helps lightening skin. It also helps moisten skin. Sakura Extract helps skin regeneration to avoid skin getting darker. It helps skin looks fresh and healthy. 

Packaging

Different with the other Shinzui variants, this Ume variant has cute packaging. It has playful color. The jar is very beautiful. I have plan to collect all the jar color and use them as a place for my small accessories collections.  It has plastic cap inside the jar. It only contains 100 g product. 

Consistency

Actually, at first I was quite doubt with this product. I thought that it would be like Lulur Bali (Traditional Balinese Body Scrub) that doesn't have granules so I thought that it would be quite difficult to remove the the dead skin cells, but it turn out well. Although doesn't have big granules, this product works really good. 

Before and after application.

You can see in the picture above that the white cream getting darker after I applied that scrub onto my skin. I know that it is quite disgusting picture but I think I have to show you, who are in doubt of this product, that this product is great. 

Ingredients

How to use : 
Applied this product on dry skin. Massage gently. Rinse with water. 
In the jar, I read that we can use it on dry or wet skin. I had already tried on my wet skin and it turned out bad. I couldn't able doing scrubbing because my skin getting slippery. Best application is on the dry skin before taking a bath. 

Before and after using the product

Result : 
Super love this product. It works as its claims, lightening and smoothing my skin. I just notice that my skin getting smooth and healthy. The scent is also good although I still love the previous Shinsui variant's scent more. It's also quite a cheap product. Yes, I will repurchase this product. 

What I like : 
- Work great : Lightening, smoothing, and removing dead skin cells.
- Cute packaging.
- Quite cheap.

What I don't like : 
- None.

Recommended : Yes.

Score : 9/10

xoxo
Kiki

[Experience & Review] Looking for the Best Moisturizer Part 2


Jika sudah membaca tulisan sebelumnya, pasti tahu dong bagaimana kondisi terakhir kulit saya. Kusam, menggelap, dengan pori-pori besar, namun juga kadang masih jerawatan. Pyuuhh... Lelahnya hati ini. 

Mari kita lanjutkan petualangan saya mencari pelembab. Untuk review kali ini, saya hanya akan membagi produk menjadi dua merk saja, yaitu Garnier dan Loreal.  

1. Garnier Sakura White Cream, Garnier Speed Lightening Serum, dan Garnier Sakura White Serum Cream
Review lebih lengkap baca di sini.

Pada awalnya, saya mencoba Garnier Sakura White Cream. Jujur saya suka produk ini. Saya melihat kulit saya lebih cerah setelah pemakaian produk sekitar sebulanan. Selain itu, saya juga tidak mengalami alergi atau reaksi jerawat saat memakai produk ini. Saya sudah repurchased produk ini beberapa kali. Hasilnya benar-benar terasa di kulit saya. Sayangnya, kemampuan hydrasi produk ini kurang. Saya masih merasa kulit saya kering. Selain kemampuan hydrasi yang kurang, produk ini juga menimbulkan muka saya menjadi merona pink. Jujur, saya tidak suka rona pink di muka saya. Kulit saya itu bukan putih, namun kuning. Kuning dengan rona pink itu kelihatan aneh sekali. Jadi akhirnya saya beralih ke Garnier Speed Lightening Serum. 

Saya hanya menggunakan Garnier Speed Lightening Serum sebanyak satu jar. Saya tidak suka bau lemonnya yang menyengat. Ini sangat mengganggu sekali. Lagi pula, saya takut kejadian seperti ketika saya menggunakan pelembab Acnes, saya menggunakan pelembab untuk kulit berminyak, padahal kulit saya kering. Saya tidak mau kulit saya bertambah kering. Lagipula, saya merasa kulit saya biasa-biasa saja ketika memakai produk ini. Tidak menjadi lebih buruk, namun juga tidak menjadi lebih baik. Kulit saya tetap cerah seperti saat saya menggunakan Garnier Sakura White Cream. 

Karena tidak ada hasil dengan Garnier Speed Lightening, akhirnya saya memilih Garnier Sakura White Serum Cream yang diklaim merupakan produk baru, pengganti yang lebih baik dari Garnier Sakura White Cream. Di tekstur, serum ini lebih ringan dibandingkan dengan krimnya. Ya, produk ini bekerja baik mencerahkan wajah saya. Namun lagi-lagi, seperti sebelumnya, kemampuan hydrasinya kurang baik dan saya tidak suka efek merona pink-nya. 

http://lh4.ggpht.com/-U1PeuZ-1xQ8/VL-oHO8MLJI/AAAAAAAACRs/OYxD9VfNQuQ/100_8121_thumb%25255B2%25255D.jpg?imgmax=800
Loreal White Perfect
Gambar diambil dari sini.

2. Loreal White Perfect
Saya merasa Garnier itu tidak bisa mencukupi kebutuhan saya akan pelembab. Saya suka efek mencerahkannya, namun saya tidak suka dengan efek merona dan kemampuan hydrasinya yang jelek. Mungkin Garnier memang ditujukan untuk pasar remaja yang tidak membutuhkan kemampuan hydrasi yang besar. Akhirnya saya beralih ke kakak Garnier, Loreal. 

Saya menggunakan Loreal White Perfect ini untuk mencerahkan wajah dan hasilnya, setelah pemakaian kurang lebih sebulan, saya menyukai produk ini. Saya suka efek mencerahkannya. Kemampuan hydrasi produk ini pun baik. Ini menjadi pelembab andalan saya sekarang. 

Final Verdict : 
Saya merasa, pelembab sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan kulit pada masanya. Saya merasa nyaman dengan Ponds pada masa remaja, namun saat beranjak dewasa, Ponds dan juga pelembab remaja seperti Garnier, tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan kulit saya. 

Sebaiknya juga menyesuaikan pelembab sesuai dengan jenis kulit. Saya pernah salah menggunakan pelembab untuk kulit berminyak pada saat kulit saya kering, maka kulit saya menjadi lebih kering lagi dan bahkan semakin parah. Iya sih, memang harus rajin mengamati bagaimana kondisi kulit agar pelembabnya sesuai. 

Semoga semua pretty ladies di luar sana bisa menemukan pelembab terbaik untuk kulitnya. 

xoxo
Kiki
 
Jejak Venus Blog Design by Ipietoon